Elsa Maharani Berdayakan Kesejahteraan Para Ibu Rumah Tangga Melalui Kampung Jahit

“Berwirausaha bukan sekadar perihal mencari keuntungan. Namun, seharusnya memikirkan cara untuk mengangkat kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar,” ucap Elsa Maharani sambil tersenyum. 

Ucapan tersebut bukan hanya pernyataan bijak biasa. Ada pesan bermakna tentang menjalani konsep kehidupan di dunia, khususnya bagi generasi muda. 

Tenang dengan penuh keyakinan. Visioner dan cekatan dalam bertindak. Itulah gambaran dari sosok perempuan muda asal kota Padang, dengan ciri khasnya berbusana muslim. Tidak hanya santun dalam berpakaian, tetapi bersahaja dalam berbuat kebaikan.

Siapa yang menyangka bahwa pemikiran Elsa tersebut memiliki dampak luar biasa bagi kesejahteraan masyarakat Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat. Seorang ibu rumah tangga yang mengurus keperluan anak dan suami, namun masih mendedikasikan hidupnya di masyarakat. Elsa tidak hanya memikirkan nasib roda perekonomian keluarga saja yang berputar, tetapi justru berpikir jauh ke depan dalam mengangkat kesejahteraan para ibu rumah tangga yang ada di sekitar tanah kelahirannya.

elsa maharrani founder kampung jahit

Elsa menggeluti jualan online sebagai reseller hijab nasional di tahun 2016. Berkat keuletan dan dukungan suami, Elsa dapat naik level dari reseller menjadi agen hingga distributor 5-6 brand hijab nasional. Dari usaha tersebut, Elsa mampu meraup ratusan juta per bulan. 

Namun, usaha yang digelutinya tersebut, belum cukup memuaskan hati. Elsa merasa ada yang kurang karena belum cukup memberikan dampak manfaat bagi orang di sekitarnya. Elsa terdorong untuk membuat brand pakaian muslim dengan merk sendiri. Selain keuntungan, Elsa berharap dapat menjadi ladang rezeki bagi orang lain.

Sebagian masyarakat di sekitar Simpang Koto Tingga, Pasar Ambacang, Kuranji, Kota Padang, berprofesi sebagai kuli, pemecah batu kali, dan driver ojek online. Tidak terkecuali para perempuan, ada juga yang menopang perekonomian keluarga sebagai pemecah batu kali atau asisten rumah tangga. 

“Surat Muhammad ayat 7 menjadi inspirasi kalau Allah akan memudahkan kita, jika kita memudahkan urusan orang lain. Kalau mau sejahtera, perlu menolong orang lain juga. Bukan hanya memikirkan diri sendiri. Selain itu, terinspirasi juga dari hadist tentang manusia paling bermanfaat,” ujar Elsa tentang dorongannya mendirikan Maharrani Hijab.

Di usia 28 tahun, Elsa mempunyai harapan untuk mengangkat kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitarnya yang tergolong menengah ke bawah. Pada tahun 2018, menjadi titik awal Maharrani Hijab dalam mewujudkan terbentuknya kampung jahit. 

Jiwa Wirausaha Tertempa Sejak Anak-Anak

Keterampilan wirausaha Elsa tidak muncul begitu saja. Munculnya Maharrani Hijab merupakan rangkaian perjuangan panjang sejak masa anak-anak. Terlahir sebagai anak kedua dari sepuluh bersaudara, Elsa kecil harus turut membantu perekonomian keluarga. Mental usahanya terasah dengan membantu ibunya berjualan apapun. 

“Tak jarang, dulu sering dimarahi oleh guru sebab menawarkan jualannya di kelas,” kenang Elsa.

Dari membantu ibu berjualan, membuatnya candu untuk menghasilkan uang sendiri. Berkat kegigihan Elsa dalam berjualan, mampu membuatnya memenuhi kebutuhan biaya pendidikan sejak SMA hingga kuliah dari biaya sendiri. 

mitra penjahit maharrani di padang

Merintis Kampung Jahit

Bergelut dengan orderan hijab yang mengantarkannya menjadi distributor, seakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sosok Elsa Maharani. Hingga akhirnya Elsa dan keluarga kecilnya kembali ke kampung halaman di pinggiran kota Padang, membuatnya tergerak menjadi solusi permasalahan perekonomian di daerah Kuranji, Kota Padang. 

Wirausaha sosial (sociopreneur) Kampung Jahit menjadi konsep yang diusung Maharrani Hijab dalam memadukan profit dan pemberdayaan masyarakat. Awalnya Elsa sempat ragu dengan kemampuannya dalam membangun sociopreneur Kampung Jahit. Namun, berkat dorongan sang suami, akhirnya konsep tersebut berjalan menggunakan modal Rp 3 juta.

Elsa mulai mencari berbagai referensi, merancang desain, menentukan model, dan mencari bahan di Padang dan Bukittinggi. Elsa juga sempat berkolaborasi dengan mahasiswa program studi tata busana Universitas Negeri Padang dalam hal membuat pola, memotong, serta menjahit. 

Tantangan Membangun Kampung Jahit

Perjuangan membangun impian Elsa, baru saja dimulai. Gagasan cemerlangnya, tidak serta merta mendapatkan sambutan baik dari masyarakat. Upah menjahit yang ditawarkan Elsa sebesar Rp 25 ribu, kerap mendapat penolakan. Ia kesulitan mencari penjahit yang cocok, sebab upah penjahit di Padang relatif tinggi. 

Padahal pertimbangan upah yang diberikan Elsa sepadan dengan pesanan berkelanjutan dalam jumlah besar. Selain itu, pekerjaan penjahit juga sederhana. Menjahit pola kain yang sudah dipotong dengan bahan yang disediakan Elsa. 

Berbagai penolakan, tidak lantas menurunkan semangat Elsa. Elsa mengingat lagi goals mimpinya menjadi manusia bermanfaat. Elsa terus berusaha menawarkan di tengah panasnya cuaca kota Padang. 

Akhirnya, Elsa menemukan mitra penjahit sesuai kriteria. Seorang ibu yang sedang menganggur, namun pernah bekerja di pabrik garment di Jakarta. Berbekal pengalaman ibu penjahit tersebut, kemitraan berjalan lancar. Berawal dari satu penjahit tersbut, bertambah menjadi dua, tiga hingga saat ini berjumlah 74.

“Sebagian besar penjahitnya adalah perempuan dengan profesi ibu rumah tangga. Harapannya, saat ibu bekerja masih dapat mengurus rumah, tanpa meninggalkan kewajiban. Saat ini juga ada penyandang disabilitas yang menjadi mitra penjahit kami,” ujar Elsa.

umkm rumah produksi maharrani di padang

Sudah hampir seratus mitra penjahit yang bergabung sehingga perlu membangun mindset untuk menyatukan visi. Sebab, mulai dari tim produksi hingga pemasaran memiliki latar belakang pendidikan berbeda dari tamatan SD hingga S2.

Dengan tekad membentuk 1000 mitra penjahit, perjuangannya tidaklah mudah. Selama ini, ada yang sudah mempunyai keterampilan dasar. Namun, ada juga yang bermodalkan kemauan serta kesungguhan. Tidak sedikit pakaian gagal karena mereka masih belajar dari nol.

Terkadang, Elsa bertemu mitra penjahit yang sudah mempunyai standar sendiri. Padahal, Maharrani Hijab juga telah menetapkan standar. Elsa menekankan bahwa menjadi mitra penjahitnya bukan hanya bermodal keterampilan, tetapi juga attitude mau bekerja sesuai arahan yang diberikan.

Tantangan lain yang dirasakan Elsa adalah dalam hal pemilihan kain. Elsa sempat salah membeli kain yang kualitasnya tidak baik. Elsa juga pernah membeli kain yang luntur setelah dicuci. Akhirnya Elsa membagikan kain tersebut, dengan menyulap menjadi jilbab dan baju muslim.

Elsa sempat merasa mimpinya terlalu besar. Namun, berkat kegigihannya mimpi itu telah menjadi kenyataan. Seiring berjalannya waktu, kesempatan mengembangkan sociopreneur semakin lebar. Apalagi produknya mengangkat ciri khas dari kota Padang.

Support System Terbesar

Sociopreneur Maharrani Hijab tidak akan berkembang jika Elsa hanya berjalan seorang diri. Ada support system terbesar yang mendorong Elsa untuk berani maju menggapai impian dalam mewujudkan Kampung Jahit. Sang suami, Fajri Gufran Zainal merupakan inisiator terbentuknya Kampung Jahit.

“Saya mendorong istri untuk membuat pakaian muslim dengan merk sendiri, daripada hanya memasarkan produk orang lain. Saya meyakini jika istri memiliki bakat untuk mampu mewujudkan hal tersebut,” ucap Fajri dengan ramah.

support system kampung jahit maharrani

Dukungan sang suami telah berlangsung sejak awal menikah, saat Elsa masih kuliah. Fajri mendukung Elsa menyelesaikan skripsi di tengah kondisi hamil dan melahirkan. Hingga saat lulus kuliah jurusan kesehatan masyarakat Universitas Andalas, Elsa juga dalam kondisi hamil anak kedua. Fajri juga senantiasa mendukung aktivitas Elsa saat mengurus anak di rumah dan berwirausaha hingga menjadi distributor brand hijab nasional.

Pandemi Berbuah Manis

Saat pandemi melanda negeri ini, banyak sektor UMKM yang mengalami penurunan penjualan hingga pengurangan karyawan. Alhamdulillah, Maharrani Hijab masih mampu bertahan. Elsa tetap amanah untuk memberikan pekerjaan pada mitra penjahit dengan tetap menganalisis pasar. 

Kondisi pandemi membuat Elsa melangkah hati-hati. Elsa memilih produksi pakaian ASN (aparatur sipil negara) atau pemda dalam bentuk gamis. Pertimbangan Elsa, ASN tidak terlalu mengalami goncangan keuangan selama pandemi. 

Selain itu, Elsa menangkap peluang untuk semakin gencar memasarkan secara daring. Sebab, pembeli tidak akan berbelanja ke mall, melainkan melalui daring. Hal itu menjadikan penjualan meningkat mencapai tiga kali dan terus meningkat hingga saat ini. 

maharrani official

Ekspansi hingga Negeri Seberang

Maharrani Hijab telah rebranding nama menjadi Maharrani. Sedangkan, brand untuk pakaian muslim laki bernama Hamka. Perkembangan Kampung Jahit Maharrani semakin signifikan. Dari satu mitra penjahit menjadi 74 mitra. Dengan jumlah itu, Kampung Jahit Maharrani mampu produksi 3000 helai pakaian setiap bulan, padahal awalnya hanya produksi 12 helai. 

Sebanyak 80 persen lebih dari produknya dijual secara online melalui 150 reseller serta agen dari Aceh sampai Papua. Bahkan sejak pertengahan 2022, Maharrani telah ekspor ke sebuah mall di selangor Malaysia. Selain itu, Maharrani telah mempunyai reseller di Singapura, Taiwan, Qatar, dan Mesir.

Kampung Jahit Layak Mendapat Apresiasi

SATU Indonesia Awards adalah wujud apresiasi Astra untuk generasi muda (individu atau kelompok) yang menjadi pelopor perubahan masyarakat sekitar di bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, kewirausahaan, dan teknologi. Selain itu juga ada kategori kelompok yang mewakili kelima bidang tersebut. Elsa Maharani yang menjadi pelopor Kampung Jahit, layak mendapatkan apresiasi tersebut. 

elsa maharrani peraih satu indonesia awards

Apresiasi tersebut menjadi hadiah kejutan bagi Elsa dari suami. Sebab, sang suami yang mendaftarkan Elsa sebagai nominasi dan akhirnya terpilih. 

Dengan dana dari SATU Indonesia Awards, Elsa terbantu membuat workshop menjahit untuk mewujudkan mimpinya memiliki 1000 mitra penjahit. Elsa juga berkesempatan mendapatkan akses untuk menambah jejaring Maharrani yang lebih luas dari SATU Indonesia Awards.

Sosok Elsa Maharrani berdayakan kesejahteraan para ibu, menjadi contoh generasi muda untuk berperan menebarkan manfaat dalam bidang wirausaha. Tekad, tujuan, kegigihan, dan support system mampu mewujudkan impiannya.

April Fatmasari
Assalamualaikum. Saya seorang ibu rumah tangga yang memutuskan kembali mengajar sebagai guru komputer sekolah dasar. Memiliki ketertarikan dengan kepenulisan, pengasuhan, literasi anak, terutama read aloud. Belajar berbagi memaknai kehidupan dengan tulisan. Jika ingin menjalin kerja sama, dapat dihubungi melalui april.safa@gmail.com

Related Posts

6 komentar

  1. Women support women yang memang riil dikerjakan...sosok wanita yang mendukung dengan cara memberdayakan ibu-ibu lainnya agar bermakna lebih luas lagi

    BalasHapus
  2. Masya Allah, Ibu Elsa ini sangat menginspirasi kita semua :) Salut dengan beliau yang tak putus asa mencari penjahit dengan bermitra, dari satu orang bertambah lagi kemudian ekspansi deh. Hebat ya penjualan hijabnya merambah mancanegara.

    BalasHapus
  3. Masyaallah aku selalu salut sama perempuan2 yg bisa memberdayakan lingkungannya. Beliau ga hanya mementingkan kehidupannya rp juga bermanfaat utk orang lain. Inilah sebaik2 manusia ya mbak bermanfaat utk banyak orang

    BalasHapus
  4. Masya Allah keren banget mba Elsa. Bahkan sampai bisa membuka lapangan kerja untuk orang sekitar. Semoga selalu berkah dan bermanfaat untuk semuanya ya, kagum banget pas baca ini

    BalasHapus
  5. Masya Allah keren banget Mbak Elsa, sudah sukses jadi distributor tapi masih merasa ingin bermanfaat untuk warga sekitar dan mendirikan usaha hijab sendiri yang memberdayakan umat

    BalasHapus
  6. Inspiring sekali kisah ini, Mba. Benar bahwa tekad kuat, dukungan keluarga ditambah kesempatan bisa menghasilkan hal besar. Lebih-lebih bisa membawa perubahan bagi sekitar.

    BalasHapus

Posting Komentar