Menuliskan ini sambil nemenin anak asyik berenang dengan Ayahnya. Memberikan pengalaman menyenangkan, sebelum dia asyik dengan dunianya sendiri. Ah, mikirnya kejauhan deh. Namun, tidak dipungkiri kami sebagai orang tua pasti pernah melalukan kesalahan parenting. Jadi, harus perbanyak aktivitas yang menggembirakan agar kelak hal itu yang diingat dari kami.
Kehadiran anak yang hingga kini berusia lima tahun lebih, membuat saya belajar banyak hal. Ya, ilmu parenting sejatinya belajar untuk memperbaiki diri sebagai orang tua. Bukan hanya sekadar anak sebagai obyek yang diperbaiki.
Refleksi sebagai Orang Tua
Bagaimana rasanya menyandang gelar orang tua setelah menanti kurang lebih satu tahun menikah? Tentu saja bahagia dan haru. Seiring berjalannya waktu, bertambahlah perasaan lain seperti bangga, kagum, sedih, jengkel, bahkan marah. Huhuhu, ampuni hamba ya Allah. Semoga ada kesempatan untuk saya perbaiki dengan mencurahkan kasih sayang.
Ya, mengisi tangki cinta dan kasih sayang dalam koridor agama itu penting. Namun, tentu orang tua yang terlebih dulu mengisi tangkinya, sebelum menuangkan pada anak. Tujuannya tentu saja tumbuh bahagia bersama anak.
Keluarga Tumbuh Bahagia dalam Keimanan
Seperti yang kita ketahui kalau ibu atau orang tua bahagia akan menularkan anak merasakan bahagia juga. Namun, bahagia secara duniawi saja, tidaklah cukup. Keimanan dan ketaqwaan adalah pondasi penting dalam suatu keluarga. Agar jelas tujuan besar dalam hidup kita.
Kalau menurut Ustadz Salim A. Fillah dalam sebuah ceramah, keluarga adalah suatu peradaban terkecil. Keluarga menjadi salah satu penentu tumbuhnya pribadi bahagia dalam keimanan. Bagaimana caranya:
1. Menumbuhkan dan menjaga fitrah
Allah telah instal fitrah setiap manusia. Masih teringat dengan ungkapan Alm. Ust. Harry Santosa, raise your child, raise yourselves. Saat menumbuhkan 8 aspek fitrah anak, maka fitrah orang tua akan bersemi indah kembali. Fitrah ini menjadi salah satu hal penting agar tumbuh bahagia.
2. Melakukan komunikasi produktif
Keluarga yang tumbuh bahagia adalaha senantiasa bslajar melakukan komunikasi produktif. Terkadang sebagai istri (saya maksudnya) berbicara menggunakan sandi alias kode saja. Namun sayangnya, suami belum bisa memecahkan makna kodenya. Jadilah terjadi kesalahaphaman.
Begitu pula saat berkomunikasi dengan anak. Kadang sebagai orang tua merasa sok tahu, tidak memberikan kesempatan pada anak untuk menjelaskan dulu. Anak jadi merasa tidak dihargai.
3. Memahami pengelolaan emosi
Mengatur regulasi emosi diri sebagai orang tua akan berdampak pada anak juga. Emosi setiap orang pasti naik turun. Apalagi kalau melihat tingkah anak yang terkadang ajaib. Hihi.
4. Mengatur waktu dengan produktif
Waktu adalah suatu hal yang berharga bagi setiap orang, karena tidak akan mungkin terulang. Sampai saat ini masih menjadi PR besar saya untuk mengatur waktu sebagai ibu rumah tangga sesuai porsi. Membagi waktu untuk aktivitas rumah tangga, keluarga atau diri sendiri. Misal melakukan me time seperti membaca blog sunglow mama.
5. Memahami potensi
Setiap dari kita pasti diberi kelebihan dan keunikan dari Allah. Jika kita memahami potensi diri, maka kita paham hal hal yang membuat untuk bertumbuh dan bahagia bersama anak.
Kesalahan Parenting yang Sebaiknya Dihindari
Saya menyadari, saat menjadi orang tua, pasti melakukan kesalahan dalam mendidik. Alhamdulillah saya pernah mengikuti suatu kajian menarik di tahun 2000. Berhubung masih punya catatan dan tersimpan di google drive, sepertinya lebih baik saya publish deh. Hehe.
Ini sedikit catatan dengan materi Kesalahan Pengasuhan bersama Mbak Elfira Mahda, alumni Enlightening Parenting. Kajiannya offline, sebelum pandemi jadi rajin nyatet. Karena kan nggak ada rekamannya. Hihi. Ada 9 poinnya, antara lain:
1. Mengancam tanpa melakukan
Terkadang saat kita kewalahan dengan sikap anak, maka mengeluarkan senjata ancaman. Tujuannya supaya anak menurut. Padahal sebetulnya kita tidak akan melakukan ancaman tersebut. Misal: saat anak menangis, diancem ditinggal, padahal ya nggak ditinggal.
2. Fokus dunia
Tidak ada yang salah dengan capaian tujuan di dunia, tapi seharusnya lebih ke fokus kebermanfaatan. Misalnya saja ingin anak mendapat juara tapi dia menghalalkan segala cara, hasilnya tentu tidak barokah.
3. Malas dan menakut-nakuti
Misal anak naik-naik dibilang ntar jatuh lho. Padahal harusnya ibu mendampingi anak naik-naik agar lebih berhati-hati, bukan sekadar mengingatkan saja
4. Fokus kekurangan masalah
Lihat hal positif, misal ada 1 pelajaran yang nilainya jelek tapi kita coba liat dasi sudut pandang nilainilai postif lainnya. Kita bisa ajak anak dialog, misalnya,”Tinggal 60 lagi nilainya, terus gimana biar dapat nilai yang ingin dicapai?”
Inner child negatif bisa jadi muncul karena bad memories rival
"Kamu selalu bertengkar" - (mungkin bisa diganti seperti ini) - “Terima kasih sudah membantu ibu 20 menit. Seneng deh bisa senyum, sakitnya dimana, bisa disembuhin pakai apa?”
5. Tidak mengambil tanggung jawab
Misalnya seperti menyalahkan keadaan dengan lantainya dipukul saat anak jatuh. Jika hal itu dibiasakan, anak pun tentu meniru.
6. Menyuapi solusi
Misal anak bilang mainan rusak, langsung dilem. Seharusnya diajak dialog dulu, misalnya, “Kamu butuh bantuan apa dari ibu? Ini ada lem terus sebaiknya gimana…..”
Hal tersebut bisa dilakukan dengan parental coaching yaitu tidak bertanya kenapa. Misal, kenapa terlambat sekolah? Soalnya jalanan macet, terus apa yang harus dilakukan biar tak terlambat.
7. Labelling
Misal cara belajar anak yang dinilai secara VAK (visual, auditori, kinestetik). Padahal anak visual pasti kadang butuh auditory atau kinestetis. Jadi lebih baik tidak melabel.
- Seperti anak yang hobi menggambar, mungkin kecenderungan otak kanan, padahal otak kanan kiri hampir bersamaan kerjanya.
- Dalam memberi labeling postif ke anak pun harus jelas dan tidak berlebihan, karena bisa bikin anak jumawa.
7. Menanamkan belief salah
Pikiran bawah sadar mempengaruhi 90 persen fisiologis. Misal jika kita mengatakan bahwa makan es bisa flu, eh ternyata anak beneran pilek atau batuk. Pasti kita juga tidak asing dengan cerita kancil mencuri timun, padahal secara tidak langsung kisahnya mengarah pada mencuri itu adalah kesuksesan.
8. Pembiaran
Anak melakukan kesalahan karena dianggap masih kecil. Padahal seharusnya diingatkan dengan cara yang benar dan baik.
9. Berbohong
Misal, saat seorang ibu dicari pak RT, padahal ada di rumah tapi ibu menyuruh anak bilang kalo ndak ada. Dampaknya, pasti anak ngikut bohong.
Ternyata bohong itu dibolehkan kalo terdesak. Padahal, bohong yang diperbolehkan adalah saat perang, mendamaikan yang berselisih, bohong antara suami istri untuk saling menyenangkan.
Nah, hal hal yang dijelaskan Mbak Elfira, ada 9 poin kesalahan dalam pengasuhan. Kalau dijabarkan contohnya pasti lebih panjang lagi. Saya merasa harus selalu introspeksi diri dan mungkin butuh refreshing yang produktif dalam mendidik anak bersama suami.
Penutup
Setiap ibu berhak dong, tumbuh bahagia bersama anak dan suami. Meminimalkan kesalahan parenting dengan terus belajar, meskipun tidak akan pernah sempurna. Semangat bertumbuh teman teman!
Betul, Mbak. Sebagai orang tua, kita tidak hanya punya tanggung jawab terhadap anak, tetapi yang lebih penting justru terhadap Allah.
BalasHapusMau gak mau, suka gak suka, kita harus terus belajar karena ilmu parenting selalu berkembang sesuai kemajuan zaman.
Pola didik orang tua di masa lalu membentuk karakter anak di masa depan. Memang harus diajarkan cara mengucapkan maaf, terima kasih, dan tolong biar terbiasa di masa depan jadi anak santun. Saya jadi berkaca juga kayanya kadang secara nggak sadar menakut-nakuti anak biar nurut harusnya sih ini diperbaiki.
BalasHapusMenjadi orang tua pastinya akan selalu terus belajar demi untuk kebaikan anak agar tercipta keluarga bahagia
BalasHapusjadi ikut belajar dari tulisan mbak April. terima kasih ya mbak.. btw, baca nama mbak elfira mahda serasa tdk asing, ternyata dulu pernah satu komunitas di ibu profesional. sayanya vakum sekarang, makin keren mba elfira ilmunya, terima kasih sdh dibagikan disini mbak April
BalasHapusduuh Mbak, kayak dicubit deh baca kesalahan ini, masih banyak salah yang saya lakukan, huhuhh.
BalasHapusmoga sih seiring waktu bisa dengan sadar meminimalkan kesalahan parenting ini, biar gak terus dilakukan dan jadi inner child bagi anak-anak. :(