Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan info acara streaming tentang Pendidikan bagi Anak dengan Disabilitas dan Kusta yang diadakan oleh Ruang Publik KBR dan NLR Indonesia pada hari Jumat (21/10) . Wah, saya tertarik dong. Ingin tahu, kabar terkini terkait hak pendidikan anak dengan fokus yang berbeda.
Lalu, saya teringat dengan cerita Ibu pada beberapa tahun ke belakang, sebelum pandemi. Saat Ibu masih menjadi pendidik, mengatakan bahwa kebijakan pemerintah pada sekolah mulai berbeda.
Sekolah mempunyai kuota untuk menerima anak difabel yang tempat tinggalnya dekat dengan sekolah. Harapannya, anak tetap dalam jangkauan pengawasan orang tua untuk bersosialisasi pada sesama dan bisa mendapat dukungan keluarga.
Kebijakan itu seperti angin segar bagi kelompok difabel. Tentunya, hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah. Tingkat difabel setiap anak bisa saja berbeda dan sekolah butuh menemukan solusi tersebut.
Dari kebijakan pemerintah beberapa tahun lalu, bagaimana perkembangan dan implementasi penanganan sekolah, terutama di luar Jawa? Ruang publik KBR memberikan informasi mengenai pendidikan anak difabel bersama narasumber berikut:
- Dr. H. Yaswardi, M.Si (Plt. Direktur Guru Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI)
- Anselmus G. Kartono (Yayasan Kita Juga/Sankita)
- Frans Patut, S.Pd (Kepala sekolah SDN Rangga Watu Manggarai Barat)
- Ignas Carly (Siswa SDN Rangga Watu Manggarai Barat)
Kabar Terkini
Data WHO tahun 2020 menunjukkan bahwa Indonesia masih menyumbang kasus kusta nomer 3 terbesar di dunia. Saat ini kasus baru kusta ditemukan sebanyak 9.061, itu termasuk kasus kusta pada anak.
Data per 31 Januari tahun 2021 lalu, kasus kusta pada anak mencapai 9,14%. Angka tersebut belum mencapai target pemerintah yaitu di bawah 5%.
Kabar yang disiarkan dari Rizal Wijaya, host KBR, penderita kusta dewasa maupun anak-anak, masih terjebak dalam lingkaran diskriminasi. Misalnya saja perlakukan lingkungan sekitar atau penerimaan sekolah umum. Hal itu menjadi PR semua pihak agar anak disabilitas maupun tidak, mendapatkan kesempatan hak pendidikan yang sama.
Hak Pendidikan bagi Disabilitas di SDN Rangga Watu Manggarai Barat
Pada tahun 2017, SDN Rangga Watu didukung oleh Yayasan Kita Juga (Sankita) di Manggarai Barat sudah menerbitkan SK tentang penerimaan anak difabel di sekolahnya. Menurut kepala sekolah SDN Rangga Watu, hal itu terjadi karena Sekolah Luar Biasa (SLB), cukup jauh untuk diakses siswa. Akhirnya, SDN Rangga Watu menerima semua kalangan anak tanpa batasan dan diskriminasi terhadap difabel, jadilah salah satu sekolah inklusif.
Latar belakang Sankita mendukung pendidikan di sekolah inklusif adalah banyaknya anak berkebutuhan khusus yang putus sekolah, tidak mau sekolah atau malah tidak didaftarkan orang tua ke sekolah. Selain itu, masih banyak sumber daya guru atau sarana fisik sekolah yang belum tersedia untuk mendukung pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK).
Dari hal tersebut, Sankita yang diwakilkan oleh Pak Anselmus mengatakan untuk berusaha mendukung anak disabilitas untuk mendapatkan hak pendidikan. Selanjutnya kita kenal dengan istilah pendidikan inklusif.
Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberi kesempatan sama, tidak terkecuali anak disabilitas. Semua anak memiliki hak pendidikan yang sama.
Pengalaman Anak Disabilitas di SDN Rangga Watu
Ignas Carly siswa kelas 5 merasa senang masuk sekolah reguler, meskipun dulu pernah mengalami lontaran verbal yang tidak menyenangkan dari teman-temannya. Perlahan, Ignas mengalami perlakuan yang sama dari teman-temannya. Guru-guru juga tidak memperlakukan sikap berbeda kepadanya. Ignas masih bersemangat sekolah hingga saat ini, sejak kelas 1.
Sebentar lagi, Ignas akan naik jenjang menuju SMP, setelah kelas 6. Kemungkinan bacaannya pun semakin berubah, mungkin mulai tertarik novel remaja. Semoga semangat belajar dan bersosialisasi masih terus ada. Hingga nanti, dapat berkontribusi untuk sekitarnya.
Tantangan Pendidikan Inklusif di SDN Rangga Watu
Sebagai sekolah reguler yang menerima anak disabilitas atau berkebutuhan khusus, pasti memiliki tantangan tersendiri. Menurut Pak Frans, beberapa tantangannya antara lain:
Ketersediaan guru yang memahami anak berkebutuhan khusus
Sekolah reguler sebaiknya memiliki guru pendamping khusus untuk anak disabilitas agar lebih memahami secara psikologisnya. Namun, saat ini, belum tersedia tenaga pendidik anak berkebutuhan khusus.
Merahasiakan hasil assessment kategori siswa berkebutuhan khusus
Ada anak yang secara fisik terlihat baikbaik saja, namun ternyata ketika dilakukan assessment termasuk kategori disabilitas atau berkebutuhan khusus. Maka para guru di sekolah harus merahasiakan kondisi siswa tersebut untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
Namun di balik tantangan itu, masih ada kerja sama orang tua yang mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif berjalan dengan baik.
Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
Demi mewujudkan pendidikan inklusif yang lebih baik, perlu kerja sama berbagai pihak, mulai dari sekolah, masyarakat, orang tua, lembaga sosial hingga pemerintah. Beberapa strategi tersebut, antara lain:
- Pemerintah yang sudah mulai terbuka, memberi kesempatan sekolah reguler menerima ABK, melalui Surat Keputusan.
- Sekolah berupaya untuk menunjang pendidikan anak disabilitas sesuai dengan kebutuhannya.
- Melibatkan orang tua untuk penerimaan kondisi anak dan menyepakati pendidikan inklusif.
- Yayasan sosial seperti Sankita, memberi pelatihan pada guru untuk mendampingi guru yang menangani ABK.
- Yayasan sosial seperti Sankita, memberikan pelatihan di kantor desa seperti hak disabilitas dan peran disabilitas pada kegiatan kemasyarakatan.
Dengan adanya berbagai strategi tersebut, harapannya dapat mewujudkan pendidikan inklusif yang dapat diterima dan didukung oleh semua pihak.
Penutup
Semua anak seharusnya mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak terkecuali bagi anak disabilitas, kusta atau berkebutuhan khusus. Anak disabilitas, kusta atau ABK bisa didaftarkan ke sekolah reguler agar lebih merasakan belajar dan bermain dengan teman lainnya.
Melalui Talkshow Ruang Publik KBR kemarin, saya mendapat salah satu insight bahwa setiap anak sebaiknya diberikan kesempatan sama dalam hal pendidikan. Disabilitas seharusnya bukan menjadi penghalang bagi anak untuk mendapatkan hak pendidikan yang sesuai.
Keren deh sdnya bersedia inklusif karena kepedulian, ya. Semoga terus dimampukan untuk mendidik semua muridnya
BalasHapusProgram Pemerintah ini sudah bagus mendukung penderita kusta dan disabilitas untuk bisa mendapatkan pendidikan di sekolah umum. Namun sayangnya pemahaman yang keliru soal kusta dan disabilitas membuat masyarakat terjebak dengan sikap diskriminatif. Jadi, perlu banget digalakkan soal kusta dan disabilitas ini. Very nice post 👍
BalasHapusKebijakan baru ini bagus sekali menurut saya. Dengan bersekolah di dekat rumah, memang orang tua dari anak disabilitas atau penderita kusta, bisa lebih mengontrol buah hatinya. Jadi saat terjadi sesuatu tiba-tiba, orang tua bisa segera datang.
BalasHapusDan semua anak Indonesia memang berhak mendapatkan pendidikan yang layak, termasuk anak disabilitas dan kusta, bisa bersekolah di sekolah umum.
Hanya sayangnya, sampai saat ini, banyak anak-anak yang belum memahami arti "berbeda", makanya anak disabilitas dan kusta jadi dikucilkan. Akhirnya hadirnya sekolah-sekolah khusus.
Jadi bagusnya kebijakan ini diiringi juga penanaman kepada anak-anak soal bisa menerima teman yang 'istimewa'.
Bener sih. Kalau misalkan sekolah reguler bisa menerima siswa berkebutuhan khusus, maka perlu menyediakan guru yang bisa memahami mereka. Agar mereka nggak merasa diabaikan lagi.
BalasHapusSetiap anak punya hak pendidikan yang sama, termasuk anak-anak disabilitas
BalasHapusSemoga ke depannya makin banyak sekolah yang menjadi sekolah inklusi sehingga tak ada lagi anak disabilitas yang putus sekolah
setuju nih, udah gak jamannya lagi ada diskriminasi ya, apalagi di kemajuan teknologi gini, harusnya sih orang yang 'istimewa' ini juga bisa merasakan kemudahan
BalasHapusSemoga makin banyak sekolah inklusif, sehingga para siswa berkebutuhan khusus dapat semangat belajar seperti Ignas.
BalasHapusdisabilitas karena kusta masih lumayan penyebarannya y, bahkan ada 9.061 kasus, termasuk kusta pada anak-anak juga. Tantangan banget untuk sekolah-sekolah dan mereka yang mengidap kusta
BalasHapusPendidikan adalah hak setiap orang ya mbak
BalasHapusTermasuk penyandang disabilitas dan OYPMK
Semoga semua anak disabilitas dan OYPMK bisa mendapatkan hak pendidikannya secara layak
Yesss setujuu setiap anak memiliki hak yg sama dalam hal pendidikan, jangan di beda2kan. Melihat kebijakan mentri pendidikan skrg bagus smg menjadi lebih baik.lagi kedepannya. (Gusti yeni)
BalasHapusWoww, Indonesia masih menyumbang kasus kusta nomer 3 terbesar di dunia ternyata. Apalagi penderita kusta dewasa maupun anak-anak, masih terjebak dalam lingkaran diskriminasi. Masih jadi PR banget agar mereka mendapat hak pendidikan yang sama.
BalasHapusSenang sekali, akhirnya Ignas Carly bisa diterima dengan baik di lingkungannya dan teman-temannya ya. Semoga di tempat lain, tidak ada lagi perlakuan diskriminasi yang tak menyenangkan.
BalasHapusSetuju banget kak, semua orang berhak mendapatkan pendidikan termasuk bagi para penderita disabilitas atau yang mengalami kusta. semoga dnegan banyaknya sosialisasi seperti ini semakin banyak orang yang mendukung anak-anak yang terkena kusta atau disabilitas untuk mendapatkan pendidikan yang layak
BalasHapusBanyak banget lika-likunya ya.. ketika berbicara mengenai hak pendidikan bagi anak disabiitas. Namun dengan adanya edukasi dari Talkshow Ruang Publik KBR, kita semakin aware dengan dukungan bagi keluarga yang memiliki anak disabilitas, kusta atau ABK.
BalasHapusalhamdulillah ya makin ke sini kepedulian akan hak-hak disabilitas dan penderita kusta lebih dapat perhatian. semoga gak ada lagi yang namanya diskriminasi.
BalasHapusEntah kenapa kok aku seneng baca bagian Sekolah punya kuota untuk menerima anak difabel yang tempat tinggalnya dekat dengan sekolah saat masa pandemi. Jadi kayak salah satu hikmah di balik pandemi meski sekolah reguler punya tantangan tidak adanya tenaga pengajar khusus yang memahami kebutuhan abk. Itu keren banget ide pendidikan inklusifnya
BalasHapusBetul sekali
BalasHapusBanyak teman saya yang disabilitas termasuk kusta punya pekerjaan yang layak di ranah publik
Mereka punya kemampuan yang kadang lebih baik dari yang normal lho
Sesuai amanat pancasila juga ya kak. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesie. Artinya tanpa diskriminasi dan semua memiliki hak yg sama ya kak
BalasHapusjustru anak berkebutuhan khusus harus banget ya dapet pendidikan, biar bisa punya pengetahuan, soft skill, hard skill. Iya ya, aku taunya ada sekolah luar biasa buat anak-anak berkebutuhan khusus, tapi yaa terbatas paling adanya di kota. Ternyata sekarang bisa jg masuk sekolah reguler yaa
BalasHapus