Mengenali Sosok Inner Child

Ilmu parenting itu sungguh luas. Bukan hanya tentang cara memperbaiki perilaku anak. Parenting juga tentang bagaimana mengubah diri sebelum menerapkan pada anak. Salah satu istilah yang sering muncul dalam dunia parenting adalah inner child.

Aku baru mendengar istilah itu ketika sudah menjadi ibu. Berbagai penjelasan antara sumber satu dengan lainnya, rata-rata berbeda. Baik itu dalam bentuk buku cetak atau seminar. Mungkin, saat itu penerimaan dan pemahamanku pada materi itu yang salah.

Kenali Inner Child dan putus mata rantainya

Terkadang aku langsung menuduh sosok masa lalu, jika berubah menjadi momster saat menghadapi anak. Astaghfirullah. Aku bertekad, agar anak tidak terjebak pada rantai inner child lagi. Tidak hanya menyesal saat itu saja, tetapi mengulangi kesalahan di lain waktu.

Bagaimana caranya? Aku butuh belajar dengan tepat supaya pemahaman yang kudapat juga benar. Mencari ilmu dari sumber valid yang memang fokus pada bidang itu.

Benarkah Inner Child hanya Berisi Luka Pengasuhan?

Dulu pemahamanku tentang inner child hanyalah pengalaman masa lalu yang terluka atau negatif. Oh, ternyata itu pemahaman yang salah. Inner child bukan hanya yang negatif saja. Kita pasti punya pengalaman inner child positif. 

Eh sebentar, dari mana sumbernya aku bisa menyebutkan bahwa inner child ada yang positif? Alhamdulillah, aku berkesempatan mengikuti sesi diskusi online antara komunitas ISB dengan Dandiah Care. Dandiah care yang dibawakan langsung oleh Teh Diah Mahmudah dan Dandi Birdy. InsyaAllah valid yaa.

Mengenal Luka Pengasuhan 

Menurut Teh Diah, Luka pengasuhan dalam inner child, disebut sebagai unfinished bussiness issue. Masalah yang belum terselesaikan hingga memengaruhi kondisi saat ini dan masa depan. 

Dalam ilmu psikologi, konsep inner child  menurut John Broadshow yaitu pengalaman masa lalu yang tidak atau belum mendapatkan penyelesaian secara baik. Orang dewasa juga bisa mempunyai berbagai macam kondisi yang dihasilkan dari pengalaman positif atau negatif saat masa lalu. 

Ada sosok anak kecil yang memiliki sisi hapy atau unhappy yang dimiliki orang dewasa di masa kini. Usia orang dewasa ini, ada  yang menyebutkan dialami sejak 15 tahun hingga 21 atau 24 tahun.  (Teh Diah Mahmudah)

Adanya inner child ini, memengaruhi berkurangnya kualitas mindfulness. Hal itu bisa menyebabkan empat aspek kepribadian kita tidak sinkron. Empat aspek itu adalah hati, raga, nyawa dan pikiran.

Pentingnya Membasuh Luka Pengasuhan

Kita belajar luka pengasuhan inner child, spiritnya yaitu dari psikologi positif. Psikologi positif yaitu bagaimana memaknai masa lalu kita dengan benar dan sungguh sungguh. Tujuannya agar kepribadian kita utuh dan penuh untuk menyambut berbagai tujuan di masa depan.

Ada tiga ruh dari psikologi positif, antara lain:

  1. Forgiveness
  2. Empowering
  3. Grateful

Kita akan sukar menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain saat diri kita sendiri masih ada masalah dan belum dibenahi. Kita perlu berbenah inner child terlebih dahulu. Meskipun akan ada stigma keliru tentang menggali masa lalu.

“Ngapain sih, itu kan masa lalu. Lupakan aja.”

“Masa lalu, biarlah berlalu.”

Yaa, enggak begitu juga sih. Teh Diah menjelaskan sekali lagi, bahwa membasuh luka pengasuhan itu spiritnya positif. Kita bukan mengubah takdir atau menyalahkan masa lalu, tetapi mengubah makna dan respon yang lebih positif. Karena dampak dari luka pengasuhan itu sangat berpengaruh dalam hubungan sebelum memutuskan menikah, saat menikah hingga sudah memiliki anak.

Kata-kata dari Teh Diah ini menjadi nasihat untukku lebih introspeksi. Mengubah zona mental korban pengasuhan orang tua menjadi penerimaan. Sesungguhnya anak yang merasa menyalahkan kesalahan karena orang tua, butuh pemaafaan. Haram menyalahkan orang tua. Pemulihan luka kita, ada di kita.

Bagaimana ilmu pembasuhan luka pengasuhan?

Ada dua area yaitu kuratif dan preventif. Kuratif yaitu pemulihan jiwa yang terluka. Perlu diberikan ilmu self healing therapy. Setelah melakukan pemulihan, saatnya growing. Tidak hanya mengurangi maladaptive (unhappy inner child), tetapi meningkatkan juga sisi happy child. Lalu di area preventif yaitu pencegahan supaya luka pengasuhan berhenti di kita. 

Cara mengelola inner child pada tiap orang itu berbeda. Kita tidak bisa lho, judge luka pengasuhan diri sendiri. Perlu bantuan tenaga professional supaya penanganannya tepat. Teh Diah dan Pak Dandi sendiri, perlu menganalisa, sosok mana yang lebih dominan dalam diri kita, happy atau unhappy.

Lalu, apakah betul kita punya luka pengasuhan atau tidak. Kalo punya, ada di level mana dan treatment apa yang tepat. Ketika sudah meneropong area maladaptive (luka pengasuhan), maka perlu melakukan healing. Healing dengan pendampingan yang tepat, bukan sembarang healing seperti yang booming akhir-akhir ini. Saatnya kita keluar dari zona mental korban, memaafkan untuk membersihkan jiwa dari penyakit hati dan melakukan manajemen emosi terutama anger management.

Penutup

Setiap dari kita pasti mempunyai inner child, tinggal sisi mana yang lebih dominan. Saatnya meningkatkan self awareness, melakukan tindakan preventif sambil terus menjemput ilmu alias aksi yang harus dilakukan. Bagaimana teman-teman, sudah pernah mendengar dan kenal tentang inner child sebelumnya?


April Fatmasari
Assalamualaikum. Saya seorang ibu rumah tangga yang memutuskan kembali mengajar sebagai guru komputer sekolah dasar. Memiliki ketertarikan dengan kepenulisan, pengasuhan, literasi anak, terutama read aloud. Belajar berbagi memaknai kehidupan dengan tulisan. Jika ingin menjalin kerja sama, dapat dihubungi melalui april.safa@gmail.com

Related Posts

6 komentar

  1. Menarik sekali baca artikel ini. Semoga kita sebagai orang tua bisa terus belajar lebih baik.harapannya agar anak qnak kita kelak ada jejak inner child positif di dalamnya.
    Soalnya akhir akhir ini saya cukup miris dengan beberapa kasus orang tua yang menyakiti atau membahayakan anak anaknya dengan alasan depresi. Atau masalah himpitan ekonomi yang memang makin berat saat pandemi berkepanjangan gini.
    Tapi beberapa kasus akgirnya terbukti karena adanya pengaruh innerchild negatif juga. Misalnya di kasus ibu yang di Brebes belum lama ini. Sampai nangis saya baca beritanya. Konon kqbarnya si ibu dulu waktu kecilnya sering dikurung gitu. Ngeri

    BalasHapus

  2. Beruntungnya saya membaca artikel ini sehingga tahu soal inner child ini. Soalnya selama ini, saya tahunya inner child itu sama saja dengan luka pengasuhan atau pengasuhan yg negatif, ternya tidak selalu inner child itu selalu negatif melainkan bisa juga positif.

    BalasHapus
  3. Nah, saya dulu juga mengira kalau inner child ini hanya seputar sisi negatif pada pengasuhan ortu kita di masa lalu. Padahal ada sisi positifnya, ya.

    Sisi inner child yang negatif yang lukanya masih basah ini memang perlu disembuhkan betul-betul. Jangan sampai berdampak pada anak-anak kita. Cukup berhenti di kita.

    So, benar sekali paragraf pertama di artikel Mbak ini. Parenting bukan cuma "mengubah" anak tapi juga membereskan diri sendiri :)

    BalasHapus
  4. Artikelnya sangat daging sekali yaa. Sebagai orangtua kita memang harus mau terus belajar sebaga bekal untuk pengasuhan dan pendidikan anak. Benar sekali seseorang yang memiliki inner child negatif memang perlu untuk disembuhkan sebagai bentuk antisipasi agar tidak berdampak untuk anak-anak. Semoga anak-anak kita ada jejak inner child positif didalamnya.

    BalasHapus
  5. Dagiing banget ini bahasannya tantee ,, superloveee ,, terimakasiih sdh share ilmunyaa ❤

    BalasHapus
  6. Setuju banget mba, ilmu parenting itu ibarat kanvas hidup kita sendiri. Nggak ada kata selesai dan berhenti untuk belajar. Inner child memang harus diasuh dengan baik, terutama luka batinnya. Kalau inner child yang bahagia rasanya pantas untuk diapresiasi dan dilanjutkan supaya membawa dampak baik juga untuk kehidupan ya mba.

    BalasHapus

Posting Komentar