"Dari Anas Ibn Malik bahwa Nabi SAW pernah berdoa dengan: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari penyakit belang, gila, kusta, dan dari penyakit buruk lainnya." (HR. Abu Dawud)
Penyakit kusta sudah ada sejak di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ternyata, keberadaan penyakit tersebut masih ada di zaman digital seperti saat ini. Indonesia masih belum bebas kusta. Kok bisa? Karena Indonesia menjadi penyumbang kasus kusta nomor 3 terbesar di dunia, menurut data WHO tahun 2020.
Jumlah kasusnya sekitar 8% dari kasus dunia. Meski sebanyak 9.061 ditemukan kasus baru di Indonesia, tapi alhamdulillah, angka tersebut menunjukkan penurunan dari beberapa tahun sebelumnya. Sebanyak 26 provinsi dan 401 kabupaten/kota, tercatat mencapai eliminasi dengan angka prevalensi kurang dari 1 kasus kusta per 10.000 penduduk. Capaian catatan tersebut terjadi hingga 13 Januari 2021. Meski penurunan itu masih menjadi tanda tanya juga, apakah turun karena memang sudah tidak ada yang sakit, ataukah kasusnya tertutup disebabkan adanya Covid-19 yang masih menjadi fokus utama dan adanya physical distancing.
Angka-angka tersebut cukup mencengangkan ya. Data angka kasus yang kudapat dari pencarian di internet karena baru saja mengikuti talkshow Ruang Publik KBR yang dipersembahkan oleh NLR Indonesia. Talkshow yang berjudul Bahu Membahu untuk Indonesia Sehat dan Bebas Kusta bersama host Rizal Wijaya membahas berbagai upaya pencegahan dan penanganan agar Indonesia zero kusta. Talkshow yang cukup padat dan berbobot selama 1 jam dengan narasumber Pak Eman Suherman, ketua TJSL PT Dahana (Persero) dan dr. Febrina Sugianto, seorang Junior Technical Advisor dari NLR. Apa saja bahasan dari talkshow tersebut? Kurang lebih rangkuman catatan yang aku dapatkan, seperti berikut:
Tentang Penyakit Kusta
Kusta adalah penyakit menular tapi sangat tidak mudah untuk menularkan ke orang lain. Gejalanya mirip dengan penyakit kulit lainnya. Tapi penyakit kusta ini disebabkan oleh Mycobacterium Leprae. Menurut dr. Febrina terjadinya penularan penyakit kusta karena ada kontak erat dengan penderita. Apakah secara langsung tertular? Ternyata tidak. Penularan bisa terjadi, jika melakukan kontak erat atau berdekatan secara intensif lebih dari 20 jam selama 1 minggu. Media penularannya berupa droplet dari saluran pernapasan.
InsyaAllah setiap penyakit, ada obatnya. Begitu juga dengan penyakit kusta, bisa disembuhkan. Jika mengalami gejala bercak putih atau kemerahan yang terjadi pada tubuh seperti sekitar pelipis mata, badan, punggung atau kaki, sebaiknya segera periksakan ke Puskesmas, sebelum terlambat. Di Puskesmas, akan ada pelayanan kesehatan dan penanganannya.
Stigma tentang Kusta
Adanya penyakit kusta yang diderita, murni disebabkan bakteri itu tadi, ya. Bukan karena karma akibat melakukan suatu kesalahan di masa lalu. Apalagi jika ada anggapan kalau penyakit kusta adalah kutukan. Penyakit kusta, murni karena infeksi bakteri yang menyerang jaringan kulit, saraf tepi dan saluran pernapasan.
Mengapa ada stigma terhadap penyakit kusta? Karena masih kurangnya wawasan tentang penyakit tersebut. Terlebih kondisi pandemi dalam dua tahun terakhir, masyarakat lebih fokus mencari informasi mengenai Covid-19. Stigma tentang kusta masih akan ada, jika sosialiasasi tentang penyakit tersebut belum terdengar ke seluruh lapisan masyarakat.
Jangankan terkena kusta, di masa pandemi ini, ketika menunjukkan gejala demam, batuk atau flu, masih ada masyarakat yang mengucilkan atau memberi cap tentang Covid-19. Itu pengalaman dari beberapa teman. Begitu juga dengan kusta ini, ketika timbul gejala bercak, penderita khawatir dikucilkan. Mereka merasa baik-baik saja padahal jika penyakit kusta terlambat ditangani dapat mengakibatkan disabilitas.
Penanganan Penyakit Kusta
Ketika stigma itu perlahan bisa dihentikan, kasus penderita kusta disabilitas akan rendah, angka penyembuhan kusta akan meningkat. Pelayanan kesehatan setingkat Puskesmas akan memberi obat. Bagaimana pemberian obat dalam menangani penyakit kusta?
- Jika penderita mengalami kusta kering, sebaiknya yang harus dikonsumsi selama 6-12 bulan.
- Jika kusta basah dianjurkan meminum obat selama 12-18 bulan.
Dukungan Keluarga Pada Penderita Kusta
Saat kita berusaha menjaga kesehatan dan pola hidup baik, tetapi terdampak penyakit, bisa jadi itu ketetapan Allah. Hal itu tidak hanya berlaku untuk penderita kusta, tetapi juga penyakit lainnya. Tentunya keluarga menjadi penyemangat terbesar jika ada yang sakit. Dukungan apa yang bisa dilakukan oleh keluarga? Dalam talkshow Ruang Publik KBR pada 24 November 2021, dibahas beberapa hal berikut:
1. Sebelum terkena kusta
Jika ada yang merasakan gejala bercak putih atau kemerahan, kulit terasa kebas, sebaiknya mau diajak ke Puskesmas dan tracing ke anggota keluarga lain yang tinggal serumah. Harapannya, agar penyakit kusta bisa terdeteksi lebih awal. Jika bukan terkena kusta, bisa dikonsultasikan ke tenaga kesehatan penyebab terjadinya bercak pada kulit.
2. Saat terkena kusta
Ketika memang terdeteksi penyakit kusta, dukungan keluarga sangat diperlukan untuk penyembuhan yang lebih cepat. Keluarga sebaiknya mendukung dengan mengingatkan untuk rajin meminum obat. Selain menyemangati juga menjaga kondisi mentalnya dengan tidak dikucilkan atau dijauhkan.
Sinergisitas Menuju Indonesia Bebas Kusta
Bebas kusta bisa terjadi saat tidak terjadi transmisi penyakit, tidak ada disabilitas akibat kusta dan terhentinya stigma terhadap penyakit kusta. Beberapa hal itu dapat terwujudkan jika ada kerja sama dengan berbagai pihak, seperti komunitas, tenaga kesehatan, lembaga non profit, pemerintah hingga perusahaan.
1. PT. Dahana (Persero)
Menurut Pak Eman Suherman, salah satu langkah yang dilakukan perusahaan dalam mewujudkan masyarakat bebas kusta adalah melakukan kerja sama dengan Puskesmas. Kerja sama dalam melakukan tracing serta support dalam bentuk alat kebersihan diri. Selain itu dalam program CSR perusahaan, PT. Dahana memberikan pengembangan ekonomi dalam bentuk fasilitas pendukung agar penyintas kusta dapat membuka usaha untuk kemandirian ekonominya.
2. NLR Indonesia
Tidak hanya meningkatkan partisipasi dalam bentuk screening, tetapi juga pengetahuan tentang kusta. Bagaimana caranya?
- Lomba suara untuk indonesia bebas kusta.
- Workshop rutin dengan orang tua downsyndrom atau penderita kusta.
- NLR menyediakan dan menyebarkan edukasi di 34 kabupaten/kota.
- Diadakan kampanye penyadaran stigma bagi tenakes dan masyarakat umum.
Penutup
Kasus kusta masih ada di Indonesia saat ini. Kita bisa mengambil peran, lho, untuk mencegah kusta agara bisa menghentikan stigma dan diskriminasi tentang kusta. Tentu kita berharap agar semua keluarga Indonesia sehat, bebas kusta. Yuk, sebarkan pengetahuan tentang kusta agar stigma negatif penyakit tersebut dapat tuntas.
Sumber:
- p2p.kemkes.go.id
- alodokter.com
Wah baru tahu saya kalau Indonesia ini penyumbang nomor 3 kusta di dunia. Seingat saya dulu tetangga ada yang pernah berobat di puskemas tapi dirujuk ke rumah sakit yang agark besar, dan sekarang dah sembuh. Memang penyakit ini rawan stigma di masyarakat.
BalasHapusIya mba. Aku juga kaget ternyata Indonesia peringkat ke 3 ya di dunia menurut WHO. Bukan main. Berarti banyak ya kasus kusta ini. Sayangnya masih banyak stigma negatif pada penderita kusta ini yang bikin mereka takut untuk pengobatan ya
BalasHapusKusta masih jadi PR besar buat penanganan kesehatan di Indonesia ya mbak
BalasHapusSedih melihat Indonesia masuk peringkat ketiga gitu
semoga penyakit kusta di Indonesia bisa segera ditangani ya
Semoga terwujud beneran, Indonesia bebas kusta. Hal paling penting memang mematahkan stigma pada penderita kusta. Stigma itu yang gak jarang bikin penderitanya gak berani mengobati diri karena malu atau takut diasingkan.
BalasHapusSemoga dengan adanya program ini dapa terwujud Indonesia bebas kusta
BalasHapusIbaratnya jika mau sembuh, mental harus sehat. Tapi untuk penderita kusta suka terkendala ya. Semoga lebih banyak orang memperlakukan penderita kusta dengan adil
BalasHapusAku baru tahu kalau Indonesia menjadi penyumbang kasus kusta nomor 3 terbesar di dunia. Wow! mengerikan sekali si kusta ini ya. Semoga kita semua dijauhkan dari penyakit mengerikan ini. Aamiin.
BalasHapusAyo yg punya tetangga dgn tanda2 penyakit kusta, segera bawa atau kasih tahu puskesmas terdekat. Segera tangani dan obati agar tdk menularkan ke lainnya. Kadang kita ngga tahu klo itu penyakit. Soalnya ada anggapan ini kutukan. Pdhl salah benar itu. Cakep banget nih edukasi tentang kaum marjinal spt ini. Salut utk KBR68H
BalasHapusTernyata di Indonesia masih banyak kasus kusta ya, dan menjadi negara penyumbang terbesar ke-3. Parah!
BalasHapusTulisan edukasi seperti ini memang diperlukan agar lebih banyak orang yang aware dan indonesia bisa segera bebas kusta.
Indonesia menjadi penyumbang kasus kusta nomor 3 terbesar di dunia. Wow! Tapi memang yang aku rasakan, masyarakat itu masih rendah pemahaman dan pengetahuan tentang penyakit kusta ini. Semoga dengan semakin banyak tulisan-tulisan seperti ini bisa membantu banyak orang untuk semakin sadar dan mengurangi stigma-stigma negatif yang berkembang.
BalasHapusKetika mau belajar dan terus membaca maka stigma kusta sebagai kutukan akan bisa berkurang atau dikurangi ya. Karena memang benar adanya secara ilmiah. Dan terbukti bukan kutukan
BalasHapusYa ampun ternyata Indonesia termasuk 3 besar jumlah penderita kusta. Wah PR Indonesia masih banyak untuk memberantas kusta secara tuntas. Pernah dengar di acara talkshow, pasa masa pandemi banyak pasien kusta yang takut berobat ke rumah sakit. Semoga sudah banyak yang berani berobat sekarang ya. Biar Indonesia segera bebas kusta.
BalasHapusKusta jadi penyakit tabu yang dikaitkan dengan mistis. Syukurlah sekarang banyak literasi kesehatan. Udah banyak yang teredukasi. Semoga Indonesia bisa bebas Kusta.
BalasHapusmasih minimnya pengetahuan tentang penyakit kusta, terkadang membuat masyarakat dengan mudahnya membuat stigma negatif pada penderita kusta. entah itu mengejeknya sebagai manusia korban kutukan, karma atau apa pun yang mencerminkan hal-hal minimnya pengetahuan akan kusta.
BalasHapusdibutuhkan sosialiasasi dengan peran pemerintan untuk mengedukasi dan memberi sosialisasi kepada masyarakat tentang kusta.
Di pedesaan, susah menghiangkan kepercayaan, bahwa kusta itu penyakit kutukan. Selamat malam, Mbak.
BalasHapusMeredam stigma kusta dengan informasi positif dan edukasi, kita bisa agar tak ada lagi pandangan negatif terhadap kusta. Yuk saling mendukung
BalasHapusSaya jadi faham kenapa penyakit kusta ini jadi penyakit yang ditakuti orang, bahkan penderitanya juga cenderung dijauhi.
BalasHapusKarena sejak zaman Rasulullah pun stigmanya sudah begitu.
Nasib keluarga penderita kusta ini gimana ya mba, soalnya mereka kan kontak erat sama penderita?