Adanya
buah hati mengubah status suami istri naik kelas menjadi ayah bunda.
Kehadirannya tentu membawa kebahagiaan tersendiri di dalam sebuah keluarga
kecil. Tapi di satu sisi ada kekhawatiran dalam tanggung jawab mendidiknya,
anak-anak yang akan menghadapi akhir zaman nanti. Sudah siapkah sebagai orang
tua meluangkan waktu untuk menemani setiap tumbuh kembangnya?
Terasa
berat memang, tapi setiap orang tua wajib meyakinkan diri bahwa siap dan
sanggup untuk mendidik anak dengan hati bahagia. Bukankah Allah sesuai dengan
prasangka hamba-Nya. Seperti di dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari no.6970,
dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah Nabi Muhammad bersabda, “Allah
Ta’ala berfirman: Aku sesuai prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia
mengingat-Ku. Jika ia mengingatku saat sendirian, Aku akan mengingatnya dalam
diri-Ku. Jika ia mengingatku di suatu kumpulan. Aku akan mengingatnya di
kumpulan yang lebih daripada itu (kumpulan malaikat).”
Lalu
bagaimana ya supaya prasangka baik orang tua juga dirasakan oleh anak? Menurut
Irawati Istadi seorang praktisi homeschooling dalam bukunya Mendidik
dengan Cinta, dituliskan bahwa prasangka merupakan salah satu manifestasi
kepercayaan. Prasangka baik akan menumbuhkan kemauan untuk menjaga kepercayaan
tersebut. Sebaliknya prasangka buruk akan menimbulkan perasaan benci, terhina
dan keinginan untuk berbuat negatif seperti yang diprasangkakan itu. Efek yang
timbul dari prasangka begitu besar ya ternyata. Karena secara alamiah,
seseorang yang dipercaya akan berusaha menjaga kepercayaan itu dengan baik kan?
Dan
cara yang seperti apa supaya prasangka orang tua yang positif itu dapat
tersampaikan dengan mudah? Tentu orang tua harus memahami strategi proses
informasi agar dapat menanamkan prasangka yang bernilai positif pada anak. Terbayang
rumit dan sulit? Mari kita bangun prasangka positif (mudah) untuk pemaparan
berikutnya.
Dari
Titik Maryani seorang praktisi hypnoparenting pada seminar Tips dan Trik
Membangun Komunikasi yang Efektif dan Berpengaruh pada Anak yang
diselenggarakan di kota Bogor, menjelaskan bahwa Environment Mind Programming
yang utama masuk ke anak adalah orang tua. Selain itu yang memengaruhinya
adalah keluarga, guru, buku bacaan, pembantu, kerabat dekat, teman/sahabat,
televisi dan juga internet. Jadi sesungguhnya yang paling utama, anak merupakan
cerminan dari orang tua. Apa yang orang tua kerjakan, katakan dan bagaimana
dalam menyikapi suatu hal pasti akan ditiru anak. Jadi sudah mulai melihat
pencerahan trik mendidiknya dari penjelasan ini?
Nah
secara tidak langsung, anak merekam segala yang dilakukan orang tua di pikiran
bawah sadarnya. Dari situlah seharusnya orang tua pun dapat mengomunikasikan
dan menanamkan prasangka-prasangka positif atau bisa disebut dengan hypnosis.
Harapannya tentu tercipta perilaku anak yang lebih baik dari sebelumnya antara
berkomunikasi dengan mendidik sehingga disebutlah teknik hypnoparenting.
Kapan
waktu yang tepat untuk melakukan hypnoparenting? Kalau menurut saya
sepengalaman selama menjadi pendidik di SD, memberi sugesti pada anak bisa
dilakukan ketika sedang rileks, misalnya saat akan berdoa, saat bermain, makan,
sebelum tidur. Bisa juga ketika emosionalnya sedang bermain, misalkan ketika
menangis, ini lumayan efektif berkomunikasi di saat menenangkannya. Asalkan si
anak tidak dalam kondisi menangis meraung-raung dan memberontak. Karena akan
capek berbicara sendiri.
Contoh
melakukan hypnoparenting seperti ini, ketika anak dalam suasana asyik bermain,
coba mulai percakapan dan komunikasikan prasangka dalam bentuk sugesti yang
positif, seperti, “Insya Allah, mulai hari ini dan seterusnya, atas izin dan
pertolongan Allah, Hafidz suka sekali membaca buku seperti senangnya bermain
lego.”
Tapi
bukan berarti akan bereaksi seketika itu juga, komunikasi yang efektif dan
berpengaruh dalam menanamkan sugesti tetap dibutuhkan teladan, motivasi yang
tepat, mengarahkan kemauan anak yang positif serta mengetahui gaya belajar anak
apakah visual, auditori atau kinestetik.
#kelasartikel #ketik11
Posting Komentar
Posting Komentar