“Mau jadi Umik,” jawabnya singkat.
“Jadi Umi? Kenapa nggak jadi guru aja, Umi kan guru?” godaku
sekali lagi.
“Nggak. Pokoknya maunya jadi Umi, kayak Umi,” jawabnya sambil
setengah teriak meyakinkanku.
Begitulah kira-kira percakapanku dengan seorang anak gadis berusia
empat tahun yang membuat saya terharu dengan jawabannya. Karena fitrahnya anak
perempuan adalah mencontoh dan meneladani sikap keseharian ibu yang akrab
dengannya, tanpa mempedulikan apakah sang ibu adalah working mom atau stay
at home mom.
Dan seorang wanita yang sudah menikah, kemudian mengandung dan
melahirkan, tentu akan terlahir sebagai ibu. Itulah fitrahnya wanita dengan apa
pun label keahlian yang melekat pada dirinya.
Lalu bagaimana mendidik anak perempuan supaya tidak meninggalkan
fitrahnya di masa depan?
Mengutip tulisan Teh Kiki Barkiah di
bukunya yang berjudul Lima Guru Kecilku,
bekal penting yang dibutuhkan adalah
pemahaman agama. Dari pemahaman pikiran seorang ibu tentang agama yang mampu
menjadi kerja-kerja ikhlas dari amalan nyata untuk menjadi teladan anak. Dan
dibutuhkan dialog-dialog untuk menggali dan membangun pemahaman anak tentang
agama (tauhid).
Terlebih sebagai seorang anak perempuan
yang kelak akan mendidik keturunannya. Generasi penerus yang akan mengalirinya
amal jariyah. Sehingga pondasi terhadap pemahaman agama harus kuat selain
diharapkan dapat menjalankan dengan baik.
#30dwc #30dwcjilid12 #day27 #squad4 #keluarga
Posting Komentar
Posting Komentar