“Bu, nanti aku pingin cantik kayak kakak yang pakai
jilbab itu.”
Ibu
masih mengingat kata – kata yang keluar dari mulut putri kecilnya saat masih SD
dan saat ini ibu berusaha untuk membangkitkan memori ketika aku melontarkan
kata – kata itu.
Aku
hanya diam, saat ibu memberikan sedikit ‘ceramah’ untuk menutup auratku dengan
jilbab. Seminggu lagi adalah pendaftaran masuk SMA, ternyata ayah dan ibuku
telah merencanakan membelikanku seragam lengan panjang dan rok panjang. Ibu
juga membelikan baju baru kaos panjang, rok dan hem ukuran besar.
“Segitunya
ayah sama ibu, aku belum mau pakai jilbab. Aku masih ingin seperti teman –
teman lain yang belum pakai jilbab. Tapi aku memang tidak punya alasan kuat
untuk menolak memakai jilbab karena aku memang tahu perintah-Nya,” gumamku.
Aku
tahu perintah menutup aurat bagi wanita yang sudah baligh hukumnya wajib. Tapi masih ada yang menyelimuti hatiku untuk
tidak ingin menggunakannya. Jika bukan karena paksaan orang tua, mungkin sampai
saat ini aku tidak malu untuk memperlihatkan rambut dan lekuk tubuhku.
Selain
orang tua, kakak laki – lakiku juga mempunyai andil besar dalam pengubahan mode
bajuku. Saat SMA kakak aktif di organisasi keislaman, otomatis kakak juga
sebagai salah satu pencetus yang menggerakkanku untuk berjilbab.
Ternyata
orang tuaku masih memberikan dispensasi tidak berjilbab pada tiga hari MOS SMA.
Teman – teman sekelasku MOS, mengenalku sebagai April yang memiliki rambut
panjang seperti di iklan ‘cuma pakai shampoo’.
Hari pertama masuk kelas setelah MOS, belum banyak teman yang aku kenal
sehingga mereka tidak heboh melihat penampilanku yang berbeda dari biasanya. Benar
dugaanku, teman – teman SMP heboh dan kaget melihat penampilanku.
“Wah,
April tambah cantik. Cocok. .”
“Wih
April taubat ya, alhamdulillah.”
“Kok tiba – tiba pakai jilbab? Sudah
sadar nih?”
“Ini pakai jilbab seterusnya atau
cuma waktu sekolah aja?”
Mereka sudah seperti wartawan yang
sedang memburu berita terhangat seorang artis, heboh, berisik, lucu tapi ada
yang menyebalkan juga.
Aku hanya menjawab dengan
enteng,”Belum tahu ya, lihat saja nanti. Waktu yang akan menjawab. Doakan yang
terbaik, kalian kapan mau nyusul hayo??”
Beragam pernyataan dan pertanyaan
mulai keluar dari mulut masing – masing. Intinya mereka, tunggu waktu yang
tepat untuk mengubah diri. Hmm,
sepertinya aku telah menemukan waktu itu.
***
Saat SMP, aku punya sahabat dekat yang duduk sebangku denganku selama 1,5 tahun kemudian dia pindah ke Jakarta. Malam ini, aku hanya ingin mendengar suaranya dari seberang kota sebagai pelepas rasa rindu seorang sahabat yang tidak bertemu selama 6 bulan. Tiba – tiba Risa –nama sahabatku- mengatakan,”April, aku sudah pakai jilbab lho mulai dari hari pertama MOS. Kamu gimana? Masih ingat sama janji kita kan?” meskipun aku tidak melihatnya, aku bisa membayangkan senyumannya melalui suaranya yang renyah.
Dia mencoba membuka kembali
ingatanku akan janji tulus bahwa SMA nanti kita akan berjilbab. Aku pun
menjawab, “Wah Risa sudah ya? Aku juga tapi baru hari ini, saat MOS aku belum
pakai Sa. Alhamdulillah, banyak temen sekelas SMP kita dulu kaget lho.”
Pembicaraan pun mengalir tentang hari pertama MOS, keadaan sekolah Risa di
Jakarta, teman – teman baru dan sedikit mengulas masa lalu di SMP. Pembicaraan
hanya berlangsung beberapa menit, seakan besok akan bertemu.
Risa
udah pakai jilbab, aku juga pakai terus ah. Malu sama janji yang dulu dong.
Apapun bisa dijadikan alasan untuk
memulai berjilbab, tinggal bagaimana memoles niatan itu dengan menjadikan Allah
sebagai alasan untuk berjilbab.
***
Pasti ada jalan di setiap keinginan
yang baik. Memang niat awalku berjilbab bukan semata – mata menjalankan
perintah Allah tapi seiring dengan bertambahnya umur dan sesekali mengikuti
kegiatan keislaman, timbul dorongan untuk berubah menjadi lebih baik.
Terbukanya hati kita untuk
menjalankan perintah Allah terutama kewajiban berhijab bagi kaum muslimah
memang datangnya dari Allah. Bagaimana membuat diri kita sadar, tergantung dari
usaha kita untuk membuka mata batin kita.
Siapa bilang dengan berjilbab tidak
bisa bergaul? Bisa! Batasan aturan cowok cewek juga sudah jelas, tinggal pintar
– pintar menjaga hati dan pandangan.
Siapa bilang dengan berjilbab tidak
bisa mengikuti mode? Bisa! Asalkan tetap sesuai dengan syariat Islam yaitu
pakaian longgar, tidak terawang dengan jilbab menutup dada.
Siapa bilang dengan berjilbab tidak
boleh pakai kosmetik? Boleh! Asalkan dibersihkan saat berwudhu.
Sebanyak apapun peraturan itu, pasti
ada hak – hak yang bisa didapat dari peraturan itu. Terlebih peraturan dari
Sang Maha Mengatur.
Posting Komentar
Posting Komentar